UGM Rintis Pemanfaatan Lahan Hutan Penghasil Pangan


            YOGYAKARTA – Universitas Gadjah Mada merintis pengembangan sistem pertanian terpadu (integrated farming system) lewat pemanfaatan areal hutan di bawah tegakan hutan. Bahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Perhutani mendukung program sehubungan dengan adanya pembukaan lahan hutan untuk ketersediaan pangan dan tebu seluas satu juta hektar. “Semangat kami mengimplementasikan seluruh hasil riset di bidang kehutanan, hutan tidak sekedar melindungi lingkungan, tapi sumber pangan, energi, dan sumber tekstil yang berasal dari serat rayon,” kata Rektor Universitas Gadjah Mada Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., saat membuka workshop Rencana Aksi Pelaksanaan Integrated Farming System di Kawasan Hutan yang berlangsung di ruang multimedia, Jumat (16/1).
          Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM Prof. Moh Naiem, mengatakan selama dua dekade, kebijakan pemerintah dalam mendorong kedaulatan pangan tidak dilakukan secara serius. Saat ini luas lahan produksi pangan di Indonesia berkisar 15,35 juta hektar padahal yang dibutuhkan capai 24,2 juta hektar. Menurutnya, program ketahan pangan masih bertumpu pada lahan sawah yang mayoritas berada di Pulau Jawa yang lahannya tiap tahun kian menyusut drastis. Oleh karena itu, pemanfaatan hutan negara untuk mendukung sistem pertanian terpadu perlu digalakkan dengan tetap mempertahankan kondisi hutan. “Kita sudah mencobanya dengan  menanam empat varietas padi di area kawasan perhutani di Jawa Timur dan Jawa Tengah lewat sistem tumpangsari dan gumpanggilir di sela tanaman jati dan pinus,” katanya.
           Di KPH Ngawi, Fakultas Kehutanan mengembangkan sepuluh varietas padi gogo. Namun saat ini, baru tiga varietas unggulan yang sudah dikembangkan lebih lanjut. Tiga varietas padi itu ialah Situpatenggang, Inpago 4, dan Inpari. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Prof. Dr. San Afri Awang, mengatakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Pertanian bersepakat menyiapkan lahan sebesar 1 juta hektar untuk meningkatkan produksi pangan berada di Kalimantan dan Papua. “Dari 1 juta lahan ini, 500 ribu untuk pangan dan sisanya untuk tanaman tebu,” terangnya. Penyediaan lahan 1 juta hektar ini, kata San Afri, dalam rangka mendukung pembangunan lahan sawah baru melalui pelepasan kawasan hutan dan sistem pinjam pakai. Selain itu juga disediakan pemanfaatan areal lahan hutan di bawah tegakan hutan seluas 250 ribu hektar, serta kerja sama kemitraan dunia usaha dengan bantuan dana CSR produktif seluas 1,6 juta hektar. San Afri juga telah menyebutkan sekitar 29 persen lahan hutan dipegang korporasi, hanya 0,58 persen dipegang oleh rakyat. “Saya rasa, pengusaha sudah cukup. Kita coba naikkan 12,7 juta hektar lahan hutan untuk rakyat. Era Presiden Jokowi sangat serius melakukan ini,” terangnya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyebutkan ada 630 ribu kawasan hutan di Jawa Tengah yang sejatinya potensial dimanfaatkan untuk lahan pertanian terpadu dan peberdayaan ekonomi masyarakat desa yang tinggal di sekitar kawasan hutan. “Kawasan hutan perlu dipakai karena stok pangan kita makin berkurang,” katanya.
         Ganjar menambahkan, pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebelumnya menggelontorkan dana sebesar Rp 750 juta untuk pengadan bibit padi gogo untuk ditanamn di kawasan Kesatuan Pemangku Hutan yang ada di Blora, Kendal, Banyumas, Grobogan, Boyolali dan Rembang. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

Nama :  Qonita Luthfi Nur Hanifah
NIM   : 13625

https://ugm.ac.id/id/berita/9649-ugm.rintis.pemanfaatan.lahan.hutan.penghasil.pangan

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pembangunan Pertanian Berkelanjutan dengan Pertanian Organik


Sebagai Negara yang beriklim tropis, Indonesia tentu akrab dengan kehidupan pertanian atau agraris. Maka menjadi sangat penting bagi Negara ini untuk meningkatkan produksi pertaniannya. Selain sebagai sebuah kekuatan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi juga sebagai sarana untuk meningkatkan pembangunan kehidupan sosial masyarakatnya. Melihat berbagai aspek di Indonesia, selain faktor alamiah seperti yang dijelaskan diatas, untuk membangun pertanian di Negara ini konsep dan istilah yang sesuai salah satunya adalah pembangunan pertanian berkelanjutan dengan pertanian organik seperti judul diatas.

Pertanian merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh seorang petani untuk menghasilkan suatu produk tertentu. Dalam proses ini, petani bertindak sebagai manajer atas tanah, tumbuhan maupun sumber daya lainnya yang dibutuhkan, misalnya pupuk, agar produk tersebut memiliki ciri khas. Tujuannya agar produk tetap memiliki daya saing yang tinggi. Agar daya saing tinggi ini tercipta, maka pendekatan pembangunan pertanian berkelanjutan dengan pertanian organik menjadi lebih tepat di Indonesia karena:

  •        Pertumbuhan penduduknya cepat, 
  •       Tingkat inflasi tinggi,
  •       Keadaan geografis wilayah tidak sama, bahkan memiliki perbedaan tajam.

Pertumbuhan penduduk yang meningkat dengan cepat membuat kebutuhan pangan juga semakin tinggi. Di sisi lain, ketersediaan sumber daya manusia juga melimpah yang salah satunya disebabkan karena inflasi cenderung naik dari tahun ke tahun membuat harga semakin mahal akan tetapi daya beli turun. Membuat peluang pekerjaan semakin mengecil. Begitu juga dengan keadaan geografis di beberapa wilayah, tidak mendukung untuk distribusi pupuk secara merata. Maka pilihannya tentu adalah penggunaan bahan-bahan organic. Selain karena harga, juga dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak. Maka pembangunan pertanian berkelanjutan dengan pertanian organik akan membangun manusia Indonesia yang memiliki ekonomi tangguh dan kehidupan social yang mapan (pengangguran berkurang, kriminalitas berkurang).


Selain itu penggunaan sumber daya organik (non kimia) maka kesehatan masyarakat juga akan meningkat, dan produk tetap memiliki daya saing yang tinggi. Karena beberapa alasan inilah maka ada baiknya Pemeritah mulai memberdayakan kembali para penyuluh pertanian agar mensosialisasikan pembangunan pertanian berkelanjutan dengan pertanian organik ini. Karena dapat dikatakan para penyuluh ini adalah ujung tombak kemajuan pertanian di Negara tercinta kita.

Nama : Ivan Jonda P
NIM    :14/365805/PN/13751 
Sumber :  Pembangunan Pertanian Berkelanjutan dengan Pertanian Organik.
 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kegiatan Sistem Pertanian Terpadu Lahan Kering Iklim Kering (SPT-LKIK) Di Kabupaten Sumbawa, Provinsi NTB




Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Lahan kering merupakan salah satu ekosistem sumberdaya lahan yang mempunyai potensi besar untuk pengembangan pertanian, baik tanaman pangan, hortikultura, maupun perkebunan. Mengingat potensinya yang besar, maka pengembangan lahan kering perlu didorong dan ditingkatkan. Mengembangkan pertanian lahan kering merupakan pilihan strategis dalam menghadapi tantangan peningkatan produksi pertanian untuk mendukung program ketahanan pangan nasional.
Tim pengkajian dari BPTP NTB bersama Konsorsium Pengembangan Lahan Kering Pusat dan SKPD terkait di Provinsi NTB telah melakukan pengkajian sistem pertanian terpadu lahan kering iklim kering di Desa Puncak Jeringo Kecamatan Suela Kabupaten Lombok Timur sejak tahun 2011 sampai 2013. Kegiatan tersebut akan dikembangkan di salah satu lokasi Kawasan Unggulan NTB di Kuang Bira, Desa Motong, Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan tersebut maka telah dilakukan sosialisasi dan koordinasi dengan SKPD terkait di Kantor BAPPEDA Kabupaten Sumbawa pada tanggal 30 Januari 2013.


Sebelum pertemuan dilakukan, tim telah melakukan kunjungan lapang ke lokasi pengembangan SPT-LKIK di Blok Kuang Bira, Desa Motong Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa.

Pertemuan dengan kelompok tani

  


Pertemuan dilaksanakan di lahan petani dihadiri oleh ketua dan anggota dari 3 kelompok tani (Kuang Bira I, II dan III) dan 2 penyuluh (Surono, SP dan L. Rahmat Hidayat, SP) dari Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa. Tujuan pertemuan di tingkat kelompok tani adalah untuk menggali informasi awal tentang potensi dan permasalahan sumberdaya lahan dan air, ternak dan budidaya pertanian serta kelembagaan.
 
Jumlah anggota kelompok tani sebanyak 65 orang terdiri atas kuang bira I:21 orang, II: 22 orang dan III: 22 orang. Pemilikan lahan untuk ketiga kelompok tani tersebut seluas 131 ha yang terdiri dari lahan kering dan lahan sawah. Komoditas pertanian yang biasa diusahakan meliputi jagung (76 ha), padi gogo (2 ha), sayuran (1,5 ha) dan sisanya dipergunakan sebagai padang penggembalaan ternak sapi. Sebagian besar pola tanam adalah padi gogo lokal-bero dan jagung-bero. Varitas jagung yang dibudidayakan oleh petani adalah varitas hibrida (Pioneer, Bisi, NK dll), dengan produktifitas sekitar 7-9 ton/ha pipilan basah. Sayuran yang umumnya di budidayakan oleh petani adalah kacang panjang, mentimun dan cabe merah. Sapi bantuan dari Dinas Peternakan Provinsi NTB sejumlah 130 ekor melalui program Bumi Sejuta Sapi (BSS). Selain itu masyarakat telah memiliki sapi secara perorangan sekitar 3-4 ekor per KK.


Sebagian besar lahan yang dimiliki oleh ketiga kelompok tani mempunyai topografi datar sampai berombak dengan lereng.
Berdasarkan informasi dari petani bahwa sumber air berasal dari Sungai Brang Ana yang berjarak sekitar 10 km dari lahan petani. Untuk saat ini, telah ada jaringan irigasi dengan pipanisasi (D=6 inch) bantuan dari Dinas PU Provinsi NTB. Air tersebut ditampung pada bak penampung berukuran 4,5x4,5x1,7m sebanyak 5 buah yang tersebar di lahan petani, yang diharapkan dapat mencukupi kebutuhan usahatani non padi sawah seluas 150 ha dan ternak.




Permasalahan yang paling mendasar yang dirasakan oleh petani adalah keterbatasan air. Jaringan air yang ada baru sampai pada bak penampungan dan belum dapat dialirkan ke lahan petani. Untuk sementara air baru digunakan untuk minum sapi milik beberapa anggota kelompok yang lahannya dekat dengan bak penampungan.
Jalan usahatani menuju lokasi kondisinya rusak berat dan 2 jembatan terputus sehingga aksesibilitas kurang lancar dan hanya bisa dilalui menggunakan kendaraan roda 2. Petani belum mengenal sistem budidaya yang lebih maju seperti sistem relay planting sehingga IP masih 100. Petani belum mengenal varitas padi gogo yang produktivitasnya lebih tinggi dan hanya mengenal jagung hibrida sedangkan jagung komposit belum dikenal.
 
Pemupukan yang dilakukan petani sangat tinggi (melebihi rekomendasi) yaitu urea 300-400 kg/ha, sedangkan rekomendasi urea umumnya 250 kg/ha. Hal ini berdampak terhadap kuota pupuk untuk seluruh lahan menjadi tidak cukup. Ketersediaan pakan sapi pada musim hujan masih mencukupi, sedangkan pada musim kemarau terbatas dan sering terjadi kekurangan pakan dan berakibat terhadap penurunan bobot badan dan kematian anak yang tinggi. Kasus penyakit yang umum terjadi adalah penyakit mata akibat serangan cacing. Pemanfaatan dan pengolahan limbah ternak belum dilakukan.
Sebelum pertemuan dimulai, tim Litbang Pertanian menjelaskan maksud dan tujuan kunjungan kepada Sekretaris BAPPEDA. Setelah itu dilakukan sosialisasi presentasi kegiatan Pengembangan SPT-LKIK dan pengenalan mangga garifta.
Pertemuan dilaksanakan di kantor BAPPEDA Kabupaten Sumbawa yang dihadiri oleh: Bapeluh Kabupaten Sumbawa (2 orang), Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (1 orang), Dinas Peternakan (1 orang), Dinas PU (2 orang), Dinas Kehutanan dan Perkebunan (1 orang), BAPPEDA Kabupaten Sumbawa (5 orang), Tim Badan Litbang Pertanian (8 orang).
Respon Pemda Kabupaten Sumbawa sangat baik dan mereka akan mendukung kegiatan SPT-LKIK meskipun anggaran untuk tahun 2013 telah ditetapkan dan mereka berharap dapat mengusulkan anggaran melalui dana tugas pembantuan (TP) dan APBD Perubahan. Mereka mengharapkan adanya grand design SPT-LKIK untuk menentukan kontribusi dari masing-masing SKPD terkait. SKPD mengharapkan pelatihan teknologi inovatif Badan Litbang Pertanian untuk para penyuluh dan petani.
Dinas PU akan membantu mengalokasikan sarana dan prasarana jaringan irigasi sesuai dengan design tim Badan Litbang. Dinas Pertanian akan segera mengajukan proposal bantuan bibit mangga garifta ke Ditjen Hortikultura, (yang bibitnya diproduksi oleh Badan Litbang Pertanian). Akan dilakukan kunjungan lapang bersama ke lokasi dari SKPD terkait dengan Tim Badan Litbang Pertanian. Dinas Pertanian Kabupaten Sumbawa akan menindaklanjuti peluang penanaman mangga garifta di lokasi terasebut minimal seluas 10 ha.

Rencana Tindak Lanjut :
  • Perlu dilakukan koordinasi internal Badan Litbang Pertanian untuk meyusun grand design dan kontribusi masing-masing UK-UPT.
  • Alternatif teknologi dan komoditas yang akan dikembangkan
  • Design optimalisasi sistem irigasi dan lahan
  • Komoditas Tanaman Pangan dan hortikultura (jagung, padi gogo, kacang hijau, sayuran, mangga garifta),
  • Komoditas Ternak Sapi (bank pakan dan pengolahan limbah ternak, intensifikasi kawin alam, introduksi rumput padang penggembalaan)
  • Workshop pemantapan kegiatan SPT-LKIK.  
Nama : Ghia Adjani
NIM : 13627

Sumber : http://ntb.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=790:kegiatan-sistem-pertanian-terpadu-lahan-kering-iklim-kering-spt-lkik-di-kabupaten-sumbawa-provinsi-ntb&catid=53:artikel&Itemid=49


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS